Wednesday, December 23, 2009

Rindu Jingga

Semakin pekat wajah langit dipagut mendung. Semakin kelam wajah hari dibalut kabut. Kuharap awan-awan tinggi mengirim hujan, agar wajah langit memutih bersungging senyum. Dan akan kuajak pemilik hatiku, menari bersamaku. Agar warna hari ini memupus kegersangan kemarin.

Ah, musim penghujan ini ..!
Mengingatkanku padanya yang kini tengah berada jauh di ruang mataku.
Kubayangkan ia berada di sisiku saat ini. Menjemput hujan .. seperti yang pernah dilalui kala itu.

Ah, ternyata langit berbaik hati. Tak jadi menangis hari ini. Bahkan senyumnya merekah bagai bidadari. Akhirnya akan kujemput sang jinggaku di ufuk. Bersama kepak merpati yang terbang merendah. Kuharap janji yang dibawakannya tunai bersama kerlip bintang yang akan terbit sesudahnya. Dan lukisan hari ini terbingkai indah dalam ucap syukur. Alhamdulillah ..


Oh, tidak! Jerit tanah merah. Langit kembali berubah. Suaranya parau menahan tangis. Murka yang ditimbulkan sang petir mengiringi wajah kelamnya. “Hikss .. baru saja kucium harum jingga”, gumam langit. “Tapi awan menghendaki beban yang memberatinya pecah di tanahmu. Tenang saja, manisku! Aku akan kembali esok membawakan jingga buatmu”.

Aku melirik padanya. Menghadiahinya segaris senyum, dan kuulurkan tanganku padanya.

“Ayo manisku!” Awan telah berkumpul, langit mengelam, dan sang petir mengomando. Tik..tik..tik …! Hujan pun pecah sudah. “Mari menari bersamaku, berbasah kuyup bersama tanah merah. Dan si nyiur menari gemulai, ditiup angin penuh sukacita. Jangan takut basah dan kotor, manisku! Sebab langit menjanjikan pelangi sesdudahnya. Dan kita akan menyandangnya sebagai pakaian terindah malam nanti”.

Dan kulihat ia tertawa. Wajahnya bercahaya, seperti wajah langit saat hari kembali bersinar.

No comments: