Monday, December 21, 2009

CERITA SEMUSIM LALU

Yang dibutuhkan buatku saat itu cuma waktu. Waktu untuk bisa sekedar menepi dari keadaan yang teramat pelik. Saat hati dan fikiran tak sejalan. Dan ternyata waktu itu telah memberiku satu ruang untuk berkata, aku bisaaa ……!!


***

Siang itu aku beranikan diri mengirimkan pesan singkat ini.
“Halo ..” dan aku menunggu selanjutnya. Ah, tidak .. tidak .. . Aku tidak menunggu apapun, hanya sekedar itu. Tak lebih.
“Halo juga ..” dan aku tercenung sejenak, mendengar nada pesan masuk. Melihat layar kecil itu dengan tersenyum puas dan segera kututup. Klik.
Hanya sekali itu. Dan ingin hanya sekali itu saja. Tak lebih. Sekedar menepati janjiku untuk mencobanya saja. Tapi .. beberapa menit kemudian…
“Halo ini siapa?” .. tulis dari seberang. Dan aku tak punya keberanian lagi untuk melanjutkannya.

Beberapa kali kukatakan pada diriku. Masa itu telah lewat. Tak mungkin lagi akan terulang. Tak mungkin lagi akan kembali. Aku sudah berjanji untuk tidak meratapinya lagi. Aku sudah dengan kekuatan penuh berudaha untuk bisa melangkah lagi, dan keluar dari kenangan rawan itu. Ah, semoga saja. Semoga saja Ya Alloh, gumamku.

***


“Aku datang untuk menebus rasa bersalahku padamu. Seandainya kamu bisa dan ikhlas menerimanya.” Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutnya. Terperangah dan sedikit rasa geli menggelitik batinku.
Aih .. betapa aku mungkin sudah banyak dihadapkan pada berbagai hal hari ini, hingga tidak bisa menyimak dengan pasti arah perkataannya.

“Buatmu memang tidak akan mudah memahaminya. Semua rasa itu telah lebur bersama waktu. Telah kucoba untuk menepikan semua keinginan semuku. Sekarang ini .. ya sekarang ini dunia kita sudah berbeda. Kamu telah melangkah seratus langkah lebih ke depan dibandingkan denganku.” Begitu kukatakan padanya.

Dulu adalah waktu tempat kenangan itu tersimpan, tempat segala harapan lamaku kutinggalkan. Dan aku telah berusaha untuk menyadarkan diriku, bahwa cinta ini memang sudah teramat sangat terabaikan olehmu. Hingga aku letih untuk terus menunggu dan berharap. Menunggu dan terus membayangkan kamu kembali untuk menjemputku. Menjemput asa dan sepotong hati yang kuperuntukkan buatmu.

“Tuhan telah menentukan lain buat kita. Semuanya sudah ada dalam rencana-Nya, “ kataku.
“Termasuk kenyataan yang harus kuhadapi saat itu dan sekarang. Tak ada yang berbeda. Aku sudah tak bisa lagi menumpahkan rasa kecewa, marah dan benci ini padamu. Kalaupun sesekali rasa itu datang, seperti sebuah cubitan kecil yang menyentuhku, aku telah kehilangan kekuatan untuk menunjukkannya saat ini. Dan menangis, adalah hal yang paling sering kulakukan saat itu setiap kali mengingatmu. Mungkin karena itu pula, airmata ini seakan mengering dan tak tersisa untukmu.”

“Aku tidak membutuhkan jawaban itu sekarang,” ujarnya. “Kukira waktu juga yang akan bisa menjawabnya,” kukuh sekali dia mengatakannya.
Aku cuma tersenyum samar. Dan berusaha untuk tidak terlibat lebih dalam dengan emosi masa laluku dan saat ini.
“Terima kasih, masih berkenan mengingatku. Dan menyediakan satu ruang di hatimu untukku. Tapi aku tidak tau apakah aku akan mau memasuki dan menghuninya atau tidak. Sebab yang baik buatmu, belum tentu baik untukku, untuknya, dan untuk kehidupanmu.”
Kuakhiri pembicaraan itu dengan salam. Dan masih kudengar tawa renyah dari seberang sana.
Entah sedang menertawakanku atau memang benar-benar menunggu ‘keajaiban kecil’ itu menjadi miliknya. Ah …. Aku tak mau memikirkannya.

***

Malam semakin luruh dengan kegelapannya. Memberiku sebuah selimut yang bernama keletihan dan kepenatan. Hingga aku jatuh tertidur memeluknya dibalut kesunyian dan semilir angin yang berhembus di celah-celah jendela kamarku. Untuk sebuah mimpi hari esok ..

No comments: