Thursday, March 25, 2010

Apa, .. sebuah catatan pagi ini

Pagi masih terasa sangat basah. Rumput  dan semak belukar pun masih bermandi embun. Tanah merah itu semakin padat dan membumi. Memeluk erat jasad yang terbaring di dalamnya. Bersemayam dalam keabadian dingin dan pekatnya kegelapan.

Apa ..
Pagi ini aku datang untuk berziarah kubur. Bunga rampai sejak pertama Apa terbaring di sini sudah mulai memudar warnanya dan membusuk. Kusirami dengan air doa dan bunga rampai segar yang kubawa. Tak lupa kusempatkan membaca Surah Yaasin di depan pusaramu. Aku yakin ruhmu tetap hidup, menyaksikan dan mendengarnya. Meski tak dapat memelukku dengan kehangatanmu.

Apa ..
Aku ingin katakan, saat ini kami baik-baik saja. Tetap menjalani hidup dengan semangat dan ketegaran. Menjaga Ibu dengan sebaik-baiknya. Agar ia bisa kembali tersenyum dan ceria seperti dulu, saat sebelum sakit. Aku pun mulai bisa meyakini hidupku jauh lebih baik dan berarti saat Apa dipanggil pulang. Mengapa? Karena Alloh mungkin mengetahui, akan sangat terasa kecintaanku padamu, saat Apa telah tiada. Dengan begitu aku bisa lebih menghargai apa yang sudah aku capai dan jalani, apa yang belum dan ingin kuwujudkan untukmu, dan segala kesulitan hidupku tidak lebih berat dari apa yang sudah Apa jalani selama hidupmu. Dan aku semakin menyadari ternyata Alloh lebih sayang padamu, dan menghendaki Apa berada di sisi-Nya.



Namun ada dua hal yang mungkin tak akan pernah terwujudkan olehmu, yang juga menjadi keinginan dan harapanku.

Pertama, rencana Apa dan Ibu berkunjung menengok kakak dan cucu tersayang ke Negeri Kincir Angin. Padahal itu sudah ada dalam agendamu. Aku masih ingat, saat aku memberikan sebuah buku panduan tentang kebun tulip yang dulu pernah dikunjungi Maria padamu.
“Apa, coba lihat! Nanti kalo Apa dan Ibu berada di sana, tinggalkan sebuah foto dengan latar belakang tulip yang sedang mekar untuk kami, ya!” ujarku. Apa hanya menerimanya dengan tersenyum-senyum, sambil sesekali mengucapkan kata dalam bahasa Belanda yang sedang dipelajarinya dengan sungguh-sungguh itu. Aku jadi terharu.

Juga rencana untuk menyaksikan GP secara live, dan bisa melihat jagoan kita Valentino Rossi menang. Hehe .. waktu itu aku sempat berkelakar, untuk mendapatkan satu tiket tambahan kesana. “Aku mau ikut! Ikut .. ..! Ikut .. !“ dan jawabmu, ”Waiting list, ya. Hehehe …” sambil terkekeh dan terlihatlah sederet giginya yang sudah mulai tanggal. Menanggapi itu Apa cukup dengan berseloroh saja sambil dengan entengnya memperlihatkan giginya yang ompong. Hahaha .. cerianya! Pfff .. nanti aku tidak punya teman nonton bareng F1 atau GP, Apa! Biasanya kita sering nonton bareng ditemani kacang garing dan segelas cappuccino hangat. Sambil sesekali menyemangati jagoan kita beraksi. Hmmm .. rindunya!

Aku sangat salut dan terharu dengan semangatmu untuk belajar bahasa Belanda. Sampai dengan sengaja pergi ke toko buku untuk mencari buku referensi dan kamusnya. Dan saat sudah menguasai beberapa kata, hampir semua benda yang ada di rumah ditempeli label dalam bahasa Belanda. Sapu, gunting, pintu, pisau .. hihii.. tak ada yang luput, bahkan sampai ke tempat bumbu dapur segala. Pastinya Apa ingin sekali bisa membuat sebuah kejutan, supaya nanti bisa mengajak ngobrol menantu, cucu dan besan di sana. Iya, kan? Bukan, katanya. “Biar ga nyasar lama di Bandara. Hihi ..” Mungkin teringat cerita si sulung yang tertahan lama di bagian migrasi bandara setempat, tiga tahun yang lalu. Apa memang jenaka. Selalu ada saja yang membuat kita tersenyum dan tertawa. Karena itu aku tak melihat banyak kerut merut di wajahnya.

Dan yang kedua, ini adalah impianku sejak dulu. Andai saatnya nanti aku menikah, Apa tak ada lagi di sampingku sebagai walinya. Ah, padahal Apa selalu berkata, “Ima, semoga jodohmu segera datang. Apa ingin melihatmu bahagia seperti yang lainnya, bersama orang yang menjadi pilihanmu.”  Itu adalah ungkapan tulus yang selalu diucapkannya setiap sungkeman Hari Raya Idul Fitri. Dan aku tak menyangka sungkeman Lebaran kemarin, adalah yang terakhir kalinya. Begitu pun dengan sebaris doa yang selalu diucapkannya, sambil mengusap lembut rambutku dengan penuh kasih. Airmata ini tak kuasa aku bendung lagi.

Namun aku berusaha menepiskan kesedihan ini, dengan selalu berdoa untuknya. Berdoa dan terus memohon keselamatan baginya, agar Alloh menjadikan alam kuburnya sebagai pertamanan surga. Hingga Apa tetap bisa menyaksikan hari bahagiaku kelak di atas awan-awan tinggi sana. Tersenyum penuh ketulusan, tanpa banyak kata terucap. Akan tetapi aku bisa mengerti artinya, bahwa Apa akan merestui apapun yang kelak terjadi padaku, saat Alloh telah ridha dan  memberikan takdirnya yang terbaik untukku.

Apa ..
Sebelum aku pulang, ingin aku sampaikan pula, bahwa setiap orang yang kutemui merasa sangat terkejut dan kehilangan atas kepergianmu. Mereka banyak memberikan apresiasi yang baik tentangmu. Sebagai pertanda bahwa selama hidupmu, Apa sudah banyak menjalin silaturahmi yang baik dengan  orang-orang di sekitarmu. Kiranya Alloh pun akan memberikan saudara-saudara yang terbaik buatmu sebagai teman dan keluarga di sana. Dan kami semua berharap, kelak di kehidupan akhirat nanti Alloh mempertemukan kita kembali di Taman Firdaus. Amin ya robbal alamin.

Selamat tinggal, Apa ..
Aku pulang dulu. Sekarang di pundakku telah berisikan amanat yang belum dan harus aku wujudkan, sebagai penerusmu. Langit membiru jernih, semilir angin bertiup ke wajahku. Damai nian saat aku menatapnya. Ya Alloh, Alhamdulillah … hati ini telah ikhlas sepenuhnya.



Tasikmalaya, 16 Maret 2010
09.10 Wib

No comments: