Bila rembulan telah memudar redupnya, aku berlari mengejarnya.
Aku bertanya padanya, 'Mengapa, bulan? Sinarmu.. Aku merindukanmu. Jangan pergi!'
Rembulan tersenyum di ufuk. Lantas menjawab, 'Saudaraku akan menggantikanku. Dia tak kalah cantik dan indahnya. Rona wajahnya akan membekalimu sepanjang hari.'
Kemudian dia melambai pergi di ufuk.
Aku tertunduk lesu. Memaku diri di padang kesunyian.
Hingga seberkas cahaya merah menyembul di ufuk lain. Menyorotkan jingga dan kilau emas di bibir langit. Aku berlari merangkulnya. Kudekap dan kukecup ronanya.
'Matahariku! Kamu tak pernah ingkar janji, ketika kemarin kukatakan akan menjemput hadirmu. Dan ini saatnya kutenun sehelai kain sebagai pakaianku. Karena rembulan dan engkau telah mengajariku arti sebuah amanah. Akan aku ikat benang-benang itu diantara warna-warnanya. Dan kulukis wajah engkau dan rembulan, sebagai kedua mata yang menghiasi bumi. Dikarenakan cinta-Nya kalian ada, dan karena cinta-Nya pula aku tak letih menunggu kehadiranmu di setiap pagi dan malamku'.
.. Terimakasih untuk telah mengingatkanku , di kedua waktumu amanah itu tak pernah luput kau tunaikan ..
2 comments:
sae... satia
Sauyunan... salamina. Upmi urang tiasa sapertos kieu, euhmm.. Matak nyandak katingtriman dn batin. Heuheuy, deuh!
Post a Comment